Kolaborasi Untuk Anak Negeri, Penyuluhan Ramah Anak Dan Perempuan Guncang Orong Kopang.

Lombok Utara.garudanews//Sebagai wujud kepedulian terhadap hak-hak dasar anak, Mahasiswa Kuliah Kerja Partisipatif (KKP) KOLABORATIF dari UIN Mataram dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung menyelenggarakan kegiatan penyuluhan bertajuk “Hak Anak atas Masa Kecil dan Pendidikan yang Layak” di Dusun Orong Kopang, Desa Medana, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara.

Kegiatan ini menggandeng Yulisda Ainun, S.Sos, konselor perempuan dari Desa Medana yang berada di bawah naungan Dinas Sosial bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Lombok Utara. Minggu, 27 Juli 2025.

Penyuluhan bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang aman, ramah, dan mendukung tumbuh kembang anak—baik di keluarga maupun di sekolah.

Dalam sesi penyuluhan, Yulisda menjelaskan hak-hak anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, termasuk hak memperoleh pendidikan, perlindungan dari kekerasan, dan hidup dalam lingkungan yang mendukung tumbuh kembang fisik serta mentalnya.

Peserta terdiri dari orang tua, tokoh masyarakat, dan remaja Desa secara aktif berdialog, membagikan pengalaman, serta mendiskusikan tantangan-tantangan yang dihadapi anak-anak di lingkungan mereka.

Penyuluhan ini juga menyinggung isu aktual yang berkaitan langsung dengan tema kegiatan, mengacu pada data dan kebijakan nasional.

Kegiatan ini sangat relevan dengan kondisi faktual anak dan perempuan di Indonesia, khususnya di daerah-daerah seperti Lombok Utara. 

Berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024 yang dirilis oleh BPS dan KemenPPPA, kekerasan terhadap anak memang menunjukkan penurunan secara nasional. 

Namun, pelaporan kasus masih sangat rendah, terutama di daerah pedesaan. Faktor penyebabnya antara lain kurangnya informasi, minimnya kepercayaan terhadap lembaga hukum, dan kuatnya budaya patriarki.

Masih berdasarkan data BPS, sekitar 1 dari 9 anak Indonesia mengalami bentuk kekerasan fisik atau psikis. 

Angka ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap anak masih belum optimal, dan edukasi berbasis komunitas menjadi salah satu jalan keluar yang strategis.
Di sisi lain, tantangan besar lain adalah fenomena pernikahan dini, yang masih tinggi di wilayah NTB. 

Laporan UNICEF dan BPS mencatat bahwa NTB termasuk dalam provinsi dengan angka pernikahan anak tertinggi di Indonesia, meski telah menunjukkan tren penurunan dalam lima tahun terakhir. 

Fenomena ini berdampak langsung pada terhentinya pendidikan anak perempuan, peningkatan risiko kesehatan, dan lingkaran kemiskinan antargenerasi.

Penyuluhan yang dilakukan mahasiswa KKP ini menjadi contoh nyata bagaimana peran kampus dapat bersinergi dengan pemerintah desa dan lembaga perlindungan anak dalam memperkuat edukasi akar rumput. 

Kegiatan ini turut menjadi respons terhadap kekhawatiran berbagai pihak, termasuk PKBI NTB, terkait peleburan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) ke dalam dinas sosial, yang dikhawatirkan akan mengurangi fokus pelayanan terhadap perempuan dan anak. 

Dalam konteks ini, pelibatan Yulisda Ainun, S.Sos sebagai konselor lokal menjadi solusi praktis yang memperkuat kehadiran negara di tingkat komunitas.

Sebagai tindak lanjut, peserta sepakat membentuk Kelompok Sadar Anak dan Perempuan di Dusun Orong Kopang.

Kelompok ini akan berfungsi sebagai wadah advokasi dan pemantauan berbasis komunitas, khususnya untuk kasus-kasus kekerasan terhadap anak, ketidakadilan gender, dan pernikahan dini.

Penyuluhan bertema “Hak Anak atas Masa Kecil dan Pendidikan yang Layak” bukan hanya program kerja mahasiswa, tetapi refleksi dari kebutuhan nyata masyarakat akan informasi, perlindungan, dan keberpihakan terhadap anak-anak dan perempuan.

Dengan dukungan data dan arah kebijakan nasional, kegiatan ini menegaskan bahwa transformasi sosial dapat dimulai dari Desa melalui kolaborasi aktif antara mahasiswa, pemerintah lokal, dan masyarakat sipil.(A Turmuzi).
Baca Juga
Lebih baru Lebih lama