Lembar,GarudaNews//3 November 2025, Dalam rangka memperkuat paradigma pendidikan yang berlandaskan akhlakul karimah dan mewujudkan lingkungan belajar yang kondusif, program dialog strategis “Ngopi” (Ngobrol Pendidikan Islam) menyelenggarakan workshop intensif dengan mengusung tema “Internalisasi Nilai-Nilai Islam sebagai Landasan Pencegahan Bullying di Pesantren”
Kegiatan yang dihelat di Yayasan Pendidikan dan Pengajaran (YPP) Aunul Ibad NW Beroro, Kecamatan Lembar ini, berhasil menggalang partisipasi aktif dari sejumlah 100 orang guru dan tenaga pendidik yang berasal dari berbagai institusi pendidikan di wilayah Kecamatan Lembar.
Acara ini semakin mendapatkan bobot akademis dan politis dengan kehadiran narasumber utama, Ibu Apt. Hj. Syifaun Nufus, M.Farm, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi VIII yang membidangi agama dan sosial.
Rangkaian acara dibuka secara resmi oleh Dr. H. M Taisir, M.Ag, Wakil Dekan 2 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram. Dalam pidato pembukaannya yang substantif, Dr. Taisir menekankan urgensi dan relevansi workshop ini dalam konteks pendidikan karakter di era kontemporer.
Beliau menyatakan bahwa upaya pencegahan bullying bukan sekadar program tambahan, melainkan sebuah keniscayaan dan bagian integral dari visi pendidikan Islam yang rahmatan lil 'alamin.
Lebih lanjut, Dr. Taisir menyampaikan apresiasi yang mendalam atas terpilihnya lokasi kegiatan.
“Keberadaan YPP Aunul Ibad NW Beroro dengan tata kelola lingkungan yang asri, bersih, dan teratur, merupakan manifestasi visual dari nilai-nilai Islam yang mengedepankan keteraturan, kebersihan, dan keindahan.
Ini merupakan metafora yang tepat untuk tema kita hari ini: menata lingkungan pendidikan agar bersih dari segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun psikis,” paparnya secara filosofis.
Ia juga menggarisbawahi bahwa pemilihan tema merupakan respons cerdas terhadap fenomena sosial yang mengemuka, sekaligus upaya preventif untuk menjaga pesantren sebagai institusi yang tidak hanya mencetak kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan emosional dan spiritual.
Pada sesi pemaparan materi pertama, Ibu Apt. Hj. Syifaun Nufus, M.Farm selaku representasi legislatif, menyampaikan komitmen politiknya yang kuat untuk mendorong kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat dan berbasis evidence.
Beliau menegaskan bahwa isu perlindungan anak dan remaja, termasuk di dalamnya pencegahan praktik perundungan di lingkungan pendidikan agama, merupakan agenda prioritas yang mendapatkan perhatian serius di Komisi VIII DPR RI.
“Fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan yang kami emban akan senantiasa diarahkan untuk menciptakan payung hukum dan kebijakan yang memastikan terwujudnya ekosistem pendidikan yang aman dan nyaman.
Pendekatan yang kita bangun haruslah holistik, di mana nilai-nilai Islam seperti menghormati martabat manusia (karamah insaniyah), sikap toleran (tasamuh), dan saling menasihati dalam kebaikan (amar ma'ruf nahi munkar) dijadikan sebagai fondasi utama dalam merancang strategi pencegahan bullying di pesantren,” tegasnya.
Narasumber juga memaparkan pentingnya membangun sistem deteksi dini dan mekanisme penanganan yang efektif, berperspektif korban, dan tidak mengabaikan aspek restoratif.
Sesi dilanjutkan dengan pemaparan dari H. Azzuddin, yang memberikan analisis data dan kontekstualisasi kondisi pesantren di Nusa Tenggara Barat.
Ia mengungkapkan data yang signifikan, bahwa Provinsi NTB memiliki kekuatan dan sekaligus tantangan dalam mengelola 3.180 pondok pesantren yang tersebar di seluruh penjuru daerah.
Data kuantitatif ini, menurutnya, menuntut respons kualitatif yang sistematis. H. Azzuddin kemudian mendalami definisi operasional bullying dalam konteks pesantren, yang tidak hanya mencakup kekerasan fisik dan verbal, tetapi juga relasional dan cyber, dengan mempertimbangkan karakteristik kehidupan bermasyarakat di dalam pesantren.
“Dalam struktur ini, peran guru dan para pengasuh (ustadz/ustadzah) adalah sentral dan determinan.
Mereka merupakan garda terdepan (front liner) yang memiliki posisi strategis untuk mengobservasi, mengidentifikasi, dan melakukan intervensi dini.
Oleh karena itu, kapasitas mereka harus terus ditingkatkan,” jelasnya. Sebagai solusi strategis, ia menawarkan beberapa skema implementatif, di antaranya adalah program sosialisasi dan diseminasi informasi yang berkelanjutan dan terstruktur, integrasi kurikulum implicit dan explicit tentang pencegahan bullying yang dijiwai oleh ajaran akhlak, serta penguatan peran Bimbingan dan Konseling Islami di lingkungan pesantren.
Secara keseluruhan, workshop berlangsung dalam suasana yang dinamis, interaktif, dan sarat dengan semangat intelektual.
Antusiasme tinggi ditunjukkan oleh seluruh peserta, yang terlibat aktif dalam sesi tanya jawab dan diskusi, merefleksikan kesadaran kolektif akan pentingnya isu ini.
Kegiatan ini diharapkan tidak berhenti pada tataran wacana, melainkan dapat menjadi katalisator bagi lahirnya aksi-aksi nyata dan kebijakan terpadu di tingkat lokal untuk memastikan pesantren tetap menjadi lembaga pendidikan yang melahirkan generasi unggul, berakhlak mulia, dan terbebas dari segala bentuk tindakan perundungan.(A Turmuzi).
Tags
Berita Peristiwa

