Menelusuri Jejak Garis Keturunan: Hubungan Historis Marga Siahaan dan Marga Nasution*



Salah satu warisan paling berharga dari budaya Batak adalah tarombo (silsilah), yang bukan sekadar daftar keturunan, melainkan narasi hidup, perjalanan spiritual, dan penanda jati diri. Dalam penelusuran saya yang cukup panjang, saya menemukan keterkaitan historis yang sangat menarik antara Marga Siahaan dari wilayah Toba dan Marga Nasution dari wilayah Tapanuli Selatan (Tapsel).

Berangkat dari berbagai sumber lisan maupun tulisan, serta hasil diskusi dengan para penatua adat dan tokoh-tokoh budaya Batak, bahwa Marga Nasution memang keturunan dari garis keturunan Opung Somba Debata Raja Siahaan.

Dari tarombo Siahaan yang diketahui secara turun-temurun, disebutkan bahwa salah satu keturunan Opung Somba Debata Raja Siahaan merantau ke selatan (Wilayah Tapanuli Selatan).Tokoh ini disebut-sebut sebagai anak dari Opung Juara Monang Siahaan 

Menurut penuturan para tetua yang saya pernah temui, tokoh yang merantau ke selatan ini kemudian dikenal sebagai Raja Sibaroar — sosok yang dihormati di wilayah Tapsel karena memiliki kemampuan luar biasa dalam hal pengobatan dan kekuatan spiritual. Kemampuan ini diyakini berasal dari warisan leluhur, yaitu Opung Somba Debata Siahaan yang memiliki kekuatan spiritual tradisional Batak. 

Di kemudian hari, sebutan Na Sakti On (yang sakti ini) berubah penyebutannya menjadi Nasution, dan nama itulah yang diwariskan kepada keturunannya hingga hari ini.

Salah satu penyebab utama mengapa hubungan antara Marga Siahaan dan Marga Nasution jarang diakui secara terbuka adalah perbedaan agama yang mencolok. Mayoritas Marga Siahaan di Toba memeluk agama Kristen, sementara sebagian besar Marga Nasution di Tapsel adalah Muslim. Perbedaan ini sering kali memicu kesalahpahaman dan jarak identitas, seolah-olah keduanya tidak memiliki hubungan darah.

Padahal, darah tidak boleh terputus hanya karena perbedaan keyakinan. Perbedaan agama adalah realitas baru yang hadir setelah masuknya agama samawi (Islam dan Kristen) ke wilayah-wilayah Batak. Sebelum itu, semua keturunan Batak memiliki sistem spiritual dan adat yang satu.

Salah satu fakta menarik yang saya temukan adalah pola pernikahan yang menguatkan hubungan ini. Seperti diketahui dalam tarombo, Opung Somba Debata Raja Siahaan menikahi Boru Purnama Tiur Maduma Br. Lubis (Nenek Moyang)  yang merupakan keturunan Lubis. Artinya, sejak generasi pertama, sudah ada ikatan darah antara Siahaan dan Lubis.

Namun, dalam pengamatan saya hari ini, sangat jarang ditemukan Marga Siahaan yang menikahi Boru Lubis, sebaliknya, justru sangat lazim Marga Nasution menikahi Boru Lubis, bahkan hampir menjadi pola umum di Tapsel. Fakta ini menguatkan dugaan bahwa Marga Nasution adalah keturunan Siahaan, dan karena mereka bermukim di wilayah Tapsel — yang merupakan wilayah Marga Lubis, seperti yang kita ketahui hari ini— maka terjadilah banyak pernikahan dengan Boru Lubis. Sebab ada tradisi kewajiban orang Batak "mangalap Boru ni Tulang" (Pariban), supaya tidak putus hubungan kekerabatan dengan pihak ibu.

Salah satu nasihat klasik dalam adat Batak adalah:
"Di mana pun kau berada, temuilah dongan tubu (saudara semarga),atau hula-hula (keluarga dari pihak ibu), dan tulang (paman).”

Dalam konteks ini, saat Opung Sibaroar merantau ke Tapsel, sangat mungkin beliau tidak menemukan dongan tubunya (karena beliau adalah yang pertama dari marga Siahaan di wilayah itu), maka yang lebih mungkin ditemui adalah hula-hula atau tulangnya, yakni Marga Lubis, yang telah lama mendiami wilayah Tapsel. Inilah awal mula koneksi kuat antara Nasution dan Lubis yang kita saksikan hingga saat ini.

Terdapat pula klaim yang menyebutkan bahwa Nasution adalah bagian dari keturunan kerajaan Pagaruyung Minangkabau. Namun, berdasarkan penelusuran tarombo dan fakta lisan, klaim ini tidak memiliki jejak yang final dan meyakinkan (keliru). Justru, hubungan darah dengan Marga Siahaan — yang lebih memiliki dasar historis dan kebudayaan — memberikan pijakan yang lebih kuat terhadap asal-usul Marga Nasution.

Sejumlah tokoh besar dari kedua marga ini memperkuat narasi bahwa mereka berasal dari satu garis keturunan yang diberkati. Sebut saja:

Syekh Mustafa Wiyah Husein Nasution, pendiri Pesantren Purba Baru di Mandailing.

Syekh Harun Nasution 

Syekh Abdullah Abbas Nasution, tokoh besar Ulama Islam Malaysia 

Jendral Abdul Haris Nasution, 

Petrus Nasution, pendeta HKBP pertama dari wilayah Angkola (ditahbiskan tahun 1885).

Alm. Prof. Syafaruddin Siahaan, guru besar UINSU dan pernah menjadi Ketua DPW AL-ITTIHADIYAH SUMUT 

Para tokoh ini berasal dari dua sisi — Islam dan Kristen — namun mencerminkan satu karakter spiritual, yakni kepatuhan dan ketakwaan, yang diwarisi dari leluhur mereka: Raja Siahaan, Opung Somba Debata.

PENUTUP : 

Penulisan ini merupakan hasil dari penelusuran intelektual pribadi, yang tidak lepas dari bantuan wawasan para orangtua dan tokoh yang masih menjaga pengetahuan leluhur. Saya menyadari bahwa penelitian ini tidaklah final dan terbuka untuk diskusi serta koreksi dari berbagai pihak.

Namun, yang paling penting untuk disadari adalah bahwa hubungan darah tidak boleh diputuskan hanya karena perbedaan agama atau wilayah. Keturunan Siahaan dan Nasution sejatinya adalah satu tubuh — satu keturunan dari leluhur yang sama, yang telah diberkati dan mengakar dalam sejarah panjang Batak.

"Sai marparpadanan hita, boi do beda partondion, alai tarida do parbinotoan."

(Mari saling menyadari hubungan, boleh berbeda kepercayaan, tapi terlihat jelas ikatan keturunan.)

(E.Nasution) 
Baca Juga
Lebih baru Lebih lama