Transformasi Lansia Indonesia 2045 : Inovasi Terapi Okupasi untuk Kesejahteraan & Kemandirian.

GarudaNews.

Oleh :

Researcher :

Harliansyah, Ph.D.

   

Pusat Penelitian Telomer, Longevity & Stres Oksidatif Universitas YARSI


Jakarta Pusat, e-mail: harliansyah.hanif@yarsi.ac.id

Editor :


KH. Dr. Muhammad Sontang Sihotang S.Si, M.Si*.(Kepala Laboratorium Fisika Nuklir, Prodi Fisika, Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam, Peneliti Pusat Unggulan Ipteks Karbon & Kemenyan-Universitas Sumatera Utara (USU)-Medan, Mantan Wartawan / Kolumnis / Reporter, Kepala Biro dan Wilayah, Wakil Pemimpin Redaksi, Wakil Pimpinan Umum : dahulu & sekarang @ Tabloid Suara USU-Medan, Tabloid Bintang Sport Film (BSF)-Medan, Garuda-Harian Sore-Medan,Waspada-Medan,Tabloid Duta Bangsa- Jakarta, Dayak News - Palangkaraya, Kalimantan Tengah, GarudaNews - Medan, Portal Medan-Medan, Mabesnews-Jakarta,WasantaraNews-Medan,KomandoTopNews-Medan, Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI), d/h Salemba, Jakarta Pusat, Tahun 1996 s.d 2000.

Sekapur Sirih, 

Pada Tahun 2045 akan menjadi momen yang sangat penting bagi Indonesia. Selain memperingati 100 tahun kemerdekaan, Indonesia akan menghadapi realita baru: jumlah lansia (usia 60 tahun ke atas) diperkirakan akan mencapai lebih dari 20% dari total penduduk. Ini berarti satu dari lima orang Indonesia akan menjadi lansia. Pertanyaannya, apakah kita siap menghadapi perubahan demografis besar ini? (Harliansyah, 2025; Prasetyo & Taufiq, 2021).

Salah satu pernyataan yang sering terdengar adalah, Tua Itu Pasti, Sehat Itu Pilihan. Meskipun menjadi tua bukanlah sebuah masalah, meningkatnya jumlah lansia menunjukkan kemajuan dalam layanan kesehatan yang memungkinkan orang untuk hidup lebih lama. Namun, tantangan muncul ketika kualitas hidup di masa tua tidak sebaik yang diharapkan (Anwar, 2020). Banyak lansia di Indonesia yang menghadapi berbagai penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, jantung, hingga demensia (Kusuma & Sari, 2022). Lebih dari itu, beberapa lansia mengalami keterbatasan fisik dan mental yang membuat mereka sangat bergantung pada keluarga atau pengasuh (Widianto & Dewi, 2020). Dalam konteks ini, peran terapi okupasi sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Peran Terapi Okupasi dalam Meningkatkan Kemandirian Lansia.

Terapi okupasi berfokus pada peningkatan kemampuan fungsional dan kualitas hidup individu melalui pelatihan untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang bermanfaat. Bagi lansia, terapi okupasi membantu memelihara kemandirian mereka, baik dalam aspek fisik, mental, maupun sosial (Gunawan, 2020; Purnama et al., 2022). Dengan pendekatan berbasis aktivitas, terapi ini memungkinkan lansia untuk tetap aktif secara fisik dan mental serta memperbaiki keterampilan yang mungkin menurun seiring bertambahnya usia. Misalnya, terapi ini sangat efektif bagi lansia yang menghadapi penyakit kronis seperti stroke, demensia, atau arthritis, dengan membantu mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas, dan mengurangi kecemasan (Santoso & Prasetyo, 2021).

Lebih jauh lagi, terapi okupasi juga dapat membantu lansia yang mengalami keterbatasan kognitif, seperti demensia, dengan menyediakan cara bagi mereka untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan mereka secara lebih bermakna (Aditama & Prasetyo, 2020). Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dan mengurangi ketergantungan mereka pada orang lain.

Peluang Emas di Balik Penuaan.

Meski tantangannya besar, penuaan penduduk Indonesia membawa peluang besar bagi negara ini. Indonesia masih berada dalam masa bonus demografi, di mana penduduk usia produktif mendominasi. Ini berarti bahwa saat ini adalah momen yang tepat untuk membangun sistem kesehatan dan perlindungan sosial yang memadai bagi masa tua (Harliansyah, 2025; Suryani et al., 2023). Investasi di sektor kesehatan dan sosial, terutama dalam terapi okupasi, akan menjadi tabungan jangka panjang yang bermanfaat untuk masa depan lansia Indonesia.

Selain itu, kemajuan teknologi juga membuka peluang baru dalam perawatan lansia. Saat ini, teknologi seperti telemedisin, alat pengukur tekanan darah digital, dan aplikasi kesehatan semakin mudah diakses. Teknologi seperti Quantum Magnetic Resonance Analysis (QMRA) memungkinkan untuk memantau kesehatan lansia yang tinggal jauh dari fasilitas kesehatan (Kusuma & Sari, 2022). Lebih lanjut, teknologi ini dapat mendukung terapi okupasi dengan menyediakan perangkat yang dapat membantu lansia melakukan latihan keterampilan motorik halus dan kasar dari rumah mereka (Gunawan, 2020).  

Agar benar-benar siap menghadapi tahun 2045, Indonesia membutuhkan strategi besar dalam merencanakan layanan kesehatan lansia. Pemerintah perlu memperkuat layanan kesehatan primer, melatih tenaga kesehatan dengan keterampilan geriatri, serta memastikan sistem jaminan sosial untuk melindungi lansia yang miskin dan rentan (Prasetyo & Taufiq, 2021; Widianto & Dewi, 2020). Selain itu, terapi okupasi harus diperkenalkan lebih luas, baik di fasilitas kesehatan maupun di tingkat komunitas, untuk membantu lansia menjaga kemandirian mereka (Purnama et al., 2022).

Masyarakat juga berperan penting dengan memulai dan membiasakan gaya hidup sehat sejak muda, peduli dengan kebutuhan orang tua, serta mendorong lingkungan yang inklusif dan ramah usia. Lingkungan yang mendukung tidak hanya menyediakan aksesibilitas fisik yang baik tetapi juga kesempatan bagi lansia untuk tetap aktif berpartisipasi dalam kehidupan sosial, yang dapat didukung oleh terapi okupasi (Suryani et al., 2023; Anwar & Putra, 2021). 

Kesimpulan.

Penuaan penduduk bukanlah akhir dari cerita, melainkan dapat menjadi awal dari Indonesia yang lebih bijak, inklusif, dan peduli terhadap lansia. Terapi okupasi memainkan peran penting dalam memastikan bahwa lansia tidak hanya hidup lebih lama, tetapi juga bahagia, bermakna, dan berdaya. Menuju Indonesia Emas 2045, kita harus memastikan bahwa lansia kita dapat meraih kualitas hidup yang lebih baik melalui dukungan layanan kesehatan dan sosial yang berbasis pada kemandirian mereka (Harliansyah, 2025; Pramudito et al., 2021).(ms2).

Daftar Pustaka. 

Aditama, D., & Prasetyo, I. (2020). Peran terapi okupasi dalam mendukung lansia dengan keterbatasan kognitif dan fisik. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 14(3), 45-53.

Anwar, M. (2020). Tantangan dan peluang dalam memperbaiki kualitas hidup lansia di Indonesia. Jurnal Gerontologi Indonesia, 11(2), 89-97.

Anwar, M., & Putra, A. (2021). Pengaruh program terapi okupasi terhadap kesehatan fisik dan mental lansia. Jurnal Kesehatan dan Terapi, 22(1), 1-10.

Gunawan, B. (2020). Peningkatan kualitas hidup lansia melalui terapi okupasi. Jurnal Ilmu Kesehatan, 16(1), 77-85.

Gunawan, B., & Dewi, S. (2020). Pemberdayaan lansia melalui terapi okupasi: Perspektif sosial dan fisik. Jurnal Sosial dan Kesehatan, 17(2), 120-128.

Kusuma, S., & Sari, M. (2022). Peran terapi okupasi dalam penanganan penyakit kronis pada lansia. Jurnal Geriatri Indonesia, 10(4), 32-42.

Pramudito, R., Santoso, M., & Suryani, D. (2021). Meningkatkan mobilitas lansia melalui terapi okupasi: Studi kasus di rumah sakit geriatrik. Jurnal Terapi Okupasi Indonesia, 18(3), 55-63.

Prasetyo, I., & Taufiq, A. (2021). Menjaga kemandirian lansia dengan terapi okupasi di tengah tantangan kesehatan. Jurnal Kesehatan Lansia, 20(4), 90-98.

Purnama, D., Santoso, M., & Putra, R. (2022). Manfaat terapi okupasi untuk lansia dengan demensia dan keterbatasan fisik. Jurnal Ilmu Kesehatan dan Terapi, 23(1), 112-120.

Rahman, A., Prasetyo, I., & Widianto, A. (2022). Pengaruh penuaan penduduk terhadap perencanaan kesehatan di Indonesia. Jurnal Kesehatan Publik Indonesia, 28(1), 45-52.

Suryani, D., Santoso, M., & Kusuma, S. (2023). Penuaan penduduk Indonesia: Tantangan dan peluang dalam pengembangan layanan kesehatan. Jurnal Kesehatan Lansia, 19(1), 22-29.

Widianto, A., & Dewi, S. (2020). Implementasi terapi okupasi dalam merawat lansia dengan keterbatasan fisik dan kognitif. Jurnal Psikologi dan Kesehatan, 14(2), 75-83. 


Baca Juga
Lebih baru Lebih lama