Pergaulan Cerdas Di Tengah Pesantren: Upaya Pencegahan Kekerasan Dan Pergaulan Bebas bagi Remaja.

Lombok Utara.garudanews//21 Juni 2025, Suasana di Pondok Pesantren Tarbiyatul Islamiyah, Dusun Kopang, Desa Medana, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, tampak berbeda dari biasanya. 

Di tengah agenda Masa Ta’aruf Santri Madrasah (MATSAMA) bagi siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA), para santri mendapatkan kesempatan istimewa mengikuti penyuluhan bertema “Pergaulan Cerdas: Anti Kekerasan, Anti Pergaulan Bebas.”

Kegiatan edukatif ini difasilitasi oleh Kuliah Kerja Partisipatif' (KKP) Kolaboratif UIN Mataram dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Kehadiran mereka menjadi bukti kolaborasi antarperguruan tinggi Islam dalam menjawab isu-isu sosial di tengah masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan di lingkungan pendidikan berbasis pesantren.

Salah satu narasumber utama dalam kegiatan ini adalah Nainul Falky Hak, mahasiswa UIN Mataram dari Program Studi Hukum Keluarga Islam. 

Dalam pemaparannya, Nainul menyoroti urgensi membangun kesadaran sejak dini terkait pergaulan sehat, serta pentingnya memahami hak-hak anak dan perempuan dalam lingkup keluarga maupun lembaga pendidikan.

“Remaja hari ini hidup dalam era terbuka. Pesantren bukan benteng yang mengisolasi mereka dari pengaruh luar. Tapi bisa jadi benteng yang membekali mereka dengan ketahanan moral, spiritual, dan sosial,” tutur Nainul dalam sesi dialog bersama para santri.

Statistik Berbicara: Masalah Serius di NTB dan Lombok Utara
Penyuluhan ini tidak hadir dalam ruang hampa. Data dari berbagai instansi menunjukkan bahwa NTB masih menghadapi persoalan serius terkait kekerasan seksual terhadap anak dan pernikahan usia dini.

Berdasarkan data Dinas PPPA Provinsi NTB, tercatat 581 dispensasi nikah anak pada 2024—angka tertinggi secara nasional.

Hingga Mei 2025, Pengadilan Tinggi Agama NTB mencatat 146 kasus perkawinan anak.

Sementara itu, UPTD PPA Kabupaten Lombok Utara mencatat 3 kasus pelecehan seksual anak dan 1 kasus pernikahan dini hanya dalam beberapa bulan pertama tahun 2025.

Lebih jauh lagi, Provinsi NTB mengalami lonjakan kasus kekerasan seksual anak: 633 kasus pada 2024, dan 140 kasus tercatat hanya dalam lima bulan pertama 2025.

Angka ini tidak bisa diabaikan. Fakta bahwa korban didominasi oleh anak perempuan memperkuat urgensi intervensi melalui pendidikan berbasis nilai dan kesadaran sosial.

Pendidikan Agama dan Pengabdian Mahasiswa: Menyatu dalam Pencegahan Kekerasan Kegiatan ini menjadi contoh nyata bahwa pendidikan agama dapat berpadu dengan pendekatan akademik untuk membentuk generasi muda yang kuat secara nilai dan sadar akan hak-hak mereka. 

Melalui KKP Kolaboratif, para mahasiswa dari UIN Mataram dan UIN Sunan Gunung Djati membawa energi intelektual ke tengah masyarakat, menjembatani teori dengan aksi.

Para santri terlihat antusias selama sesi berlangsung. Banyak dari mereka menyampaikan pertanyaan kritis seputar batasan pergaulan, cara menghadapi kekerasan verbal, hingga bagaimana melapor bila menjadi korban.

Penyampaian materi dilakukan secara interaktif agar mudah dicerna oleh peserta usia remaja.

Komitmen Pesantren: Mencegah Lebih Baik daripada Menyesal Pimpinan Pondok Pesantren Tarbiyatul Islamiyah menyambut baik kegiatan ini dan berharap penyuluhan serupa dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.

Dengan akreditasi “B” dan fokus pada pendidikan karakter, pesantren ini berkomitmen menjadi pelindung dan pembina santri dalam segala aspek kehidupan baik spiritual maupun sosial.

“Kami percaya bahwa pesantren bukan hanya tempat belajar agama, tapi juga tempat membentuk watak dan keberanian untuk menolak kekerasan dan penyimpangan pergaulan,” ujar salah satu pengasuh pondok.

Dari Pesantren untuk Masa Depan yang Lebih Aman Dari Dusun Kopang yang tenang, sebuah pesan penting digaungkan: bahwa generasi cerdas bukan hanya yang menguasai kitab atau teknologi, tetapi yang mampu menjaga nilai-nilai moral dan menghargai hak sesama.

Penyuluhan ini menjadi bukti bahwa kolaborasi antar-lembaga, antara pesantren dan perguruan tinggi, mampu memberikan dampak nyata bagi peningkatan kesadaran sosial di tingkat akar rumput. 

Dan dari santri-santri yang duduk bersila mendengarkan penyuluhan ini, semoga lahir pemimpin masa depan yang tidak hanya cerdas, tapi juga peduli dan berani melawan segala bentuk kekerasan.(Turmuzi).
Baca Juga
Lebih baru Lebih lama