Bangun Kesadaran Kolektif Cegah Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan.
LombokTengah.GarudaNews//Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram menunjukkan komitmen nyata dalam upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan bermartabat dengan menggelar Sosialisasi Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.30 September 2025
Kegiatan ini berlangsung Selasa, 30 September 2025 di MTsN 1 Lombok Tengah dengan melibatkan puluhan guru, tenaga kependidikan, dan pimpinan madrasah.
Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat. Banyak kasus yang muncul belakangan ini memperlihatkan bahwa sekolah dan madrasah tidak sepenuhnya steril dari risiko tindakan kekerasan, baik dalam bentuk verbal, fisik, maupun psikologis.
Menjawab tantangan itu, Kementerian Agama RI menerbitkan PMA No. 73 Tahun 2022. Regulasi ini bertujuan memberikan pedoman bagi satuan pendidikan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani kasus kekerasan seksual dengan mekanisme yang jelas.
UIN Mataram, sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi di bawah Kemenag, mengambil langkah proaktif dengan menggelar sosialisasi di tingkat madrasah.
Sosialisasi ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa pencegahan kekerasan seksual bukan hanya urusan regulasi, tetapi merupakan tanggung jawab moral, sosial, dan keagamaan.
Acara dimulai pukul 07.00 WITA dengan pembukaan resmi oleh panitia penyelenggara. Setelah pembukaan, kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi inti dari dua narasumber utama, yakni H. Muhammad Ali Fikri, S.Ag., M.M, Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam (Pakis) Kanwil Kemenag Provinsi NTB, serta Dr. Ir. H. Nanang Samodra, KA, M.Sc., akademisi dan praktisi pendidikan yang concern pada isu kebijakan publik.
Dalam paparannya, H. Muhammad Ali Fikri menekankan bahwa keberadaan PMA No. 73 Tahun 2022 merupakan wujud nyata komitmen Kementerian Agama untuk menjadikan pendidikan sebagai ruang aman bagi semua.
Menurutnya, kekerasan seksual tidak hanya melukai korban secara fisik, tetapi juga berdampak panjang terhadap psikologis dan masa depan mereka.
“Kekerasan seksual adalah bentuk pelanggaran serius terhadap nilai kemanusiaan. Di madrasah, di mana nilai-nilai agama dan moral diajarkan, seharusnya tidak ada ruang bagi perilaku semacam itu.
Karena itu, PMA No. 73 hadir untuk memastikan setiap satuan pendidikan memiliki mekanisme pencegahan dan penanganan yang jelas,” ungkap Ali Fikri.
Ia juga menegaskan bahwa pencegahan harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari edukasi kepada siswa, pembinaan guru, hingga pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (TPPKS) di satuan pendidikan.
Sementara itu, Dr. Ir. H. Nanang Samodra, KA, M.Sc. selaku anggota DPR-RI Komisi VIII membedah aspek teknis implementasi PMA No. 73/2022. Menurutnya, banyak kasus kekerasan seksual yang tidak tertangani karena tidak adanya jalur pelaporan yang jelas, atau korban merasa takut dan tidak percaya diri untuk melapor.
“Regulasi ini mengamanatkan pembentukan TPPKS di setiap satuan pendidikan. Tugas tim ini bukan hanya menindak, tetapi juga melakukan edukasi, pendampingan, serta pemulihan korban. Kita ingin memastikan korban merasa dilindungi, bukan malah disalahkan,” tegas Dr. Nanang.
Ia juga menyoroti pentingnya pendekatan berbasis budaya madrasah. Menurutnya, madrasah dengan basis nilai Islam memiliki keunggulan dalam membangun budaya saling menghormati dan menjaga kehormatan. Jika nilai ini ditanamkan dengan baik, kekerasan seksual bisa dicegah sejak dini.
Sesi diskusi berlangsung dinamis. Guru-guru dan kepala madrasah aktif mengajukan pertanyaan, mulai dari teknis pembentukan TPPKS, prosedur pelaporan kasus, hingga langkah-langkah yang harus diambil jika pelaku adalah tenaga pendidik.
Salah satu guru menyampaikan keprihatinan bahwa di lapangan, banyak siswa yang tidak berani berbicara ketika mengalami pelecehan.
Menanggapi hal itu, Ali Fikri menegaskan perlunya membangun budaya open communication di madrasah.
“Siswa harus merasa yakin bahwa madrasah adalah tempat yang aman. Guru dan kepala sekolah harus membuka ruang komunikasi yang ramah, sehingga siswa berani melapor,” jelasnya.
Dr. Nanang menambahkan, pendampingan psikologis menjadi salah satu aspek penting dalam penanganan korban. Ia menegaskan bahwa trauma yang dialami korban sering kali jauh lebih berat daripada kasusnya sendiri
Dalam penutupan acara, para narasumber sepakat bahwa implementasi PMA No. 73/2022 harus dijadikan momentum untuk memperkuat integritas pendidikan madrasah.
Ali Fikri mengajak seluruh peserta untuk tidak memandang sosialisasi ini hanya sebagai kegiatan formal, melainkan sebagai gerakan bersama.
“Mari kita jadikan madrasah sebagai rumah kedua yang benar-benar aman. Tidak ada toleransi terhadap kekerasan seksual dalam bentuk apa pun,” ujarnya.
Dr. Nanang menambahkan bahwa satuan pendidikan di NTB dapat menjadi model nasional jika mampu mengimplementasikan regulasi ini dengan baik.
“Kita punya kesempatan besar untuk menunjukkan bahwa madrasah tidak hanya unggul dalam ilmu agama, tetapi juga dalam membangun peradaban yang menjunjung tinggi martabat manusia,” katanya.
Sosialisasi ini bukan hanya sekadar penjabaran regulasi, tetapi juga upaya membangun paradigma baru dalam dunia pendidikan.
Pencegahan kekerasan seksual harus dipahami sebagai bagian dari upaya mencetak generasi cerdas yang berkarakter.
Melalui kegiatan ini, UIN Mataram berharap para guru dan pimpinan madrasah dapat menjadi agen perubahan.
Mereka tidak hanya bertugas mengajar, tetapi juga memastikan bahwa lingkungan belajar benar-benar aman, nyaman, dan mendukung tumbuh kembang peserta didik
Kegiatan sosialisasi yang berlangsung hingga siang hari ini ditutup dengan komitmen bersama seluruh peserta untuk mengimplementasikan PMA No. 73 Tahun 2022 secara konsisten di madrasah masing-masing.
Dengan semangat kebersamaan, UIN Mataram melalui kegiatan ini menegaskan komitmennya untuk menjadi bagian dari solusi atas problem kekerasan seksual di satuan pendidikan.
Harapannya, madrasah dan sekolah di bawah naungan Kementerian Agama benar-benar menjadi tempat yang aman, beradab, dan bermartabat bagi seluruh insan pendidikan.(A Turmuzi)
Tags
. Pendidikan