Kuripan, Lombok Barat.garudanews//
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Mataram bekerja sama dengan Komisi VIII DPR RI menggelar kegiatan Peningkatan Mutu Pendidikan bertema “Sosialisasi PMA No. 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama”, Senin (13/10/2025) di Pondok Pesantren Faidul Hikam NW Kuripan, Lombok Barat.
Kegiatan ini dihadiri oleh para dosen, guru madrasah, serta pengasuh pondok pesantren di Lombok Barat.
Acara dibuka dengan sambutan oleh Dekan FTK UIN Mataram, dilanjutkan pemaparan dari tiga narasumber, yaitu Apt. Hj. Lale Syifaun Nufus, M.Farm (Anggota DPR RI Komisi VIII Fraksi Gerindra), Prof. Dr. Sayid Ali Jadid Al Idrus, M.Pd., dan Prosmala Hadi Saputra, M.Pd.I., Ph.D.
Dalam penyampaiannya, Hj. Lale Syifaun Nufus menyampaikan bahwa pondok pesantren merupakan benteng utama akhlak generasi bangsa, sehingga isu kekerasan seksual menjadi tanggung jawab bersama.
“Peraturan ini bukan sekadar dokumen administratif, tetapi bentuk komitmen negara untuk melindungi generasi bangsa. Mari jadikan pondok pesantren sebagai tempat saling melindungi,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara rumah, sekolah, dan masyarakat agar tidak ada rasa takut dalam melaporkan tindakan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Selain itu, Komisi VIII DPR RI terus mendorong peningkatan kesejahteraan guru madrasah, penyaluran dana BOS yang tepat waktu, serta pemerataan kesempatan bagi tenaga P3K.
Sementara itu, Prof. Sayid Ali Jadid Al Idrus menekankan bahwa pendidikan Islam adalah kebutuhan bangsa, bukan sekadar kepentingan kelompok.
Ia mengingatkan bahwa isu kekerasan seksual sering dianggap tabu, padahal jika diabaikan akan menjadi “bola salju” yang sulit dikendalikan.
“Objek PMA ini bukan hanya siswa, tapi juga pendidik. Maka setiap lembaga pendidikan harus menciptakan lingkungan yang aman dan berkeadaban,” ujarnya.
Narasumber ketiga, Prosmala Hadi Saputra, M.Pd.I., Ph.D., menegaskan bahwa pendidikan seks dalam Islam bukan hal tabu, tetapi bagian dari at-tarbiyah al-jinsiyah, pendidikan sosial yang mengajarkan batas aurat, adab pergaulan, dan penghormatan terhadap tubuh sendiri.
“PMA No. 73 Tahun 2022 hadir untuk melindungi peserta didik dan pendidik. Kekerasan seksual tidak hanya berupa sentuhan, tetapi juga perilaku verbal yang melecehkan (termasuk _cat calling_),” jelasnya.
Ia juga mengajak pesantren membuat awik-awik (peraturan lokal) sesuai tradisi dan budaya agar pencegahan lebih efektif.
Sesi diskusi interaktif diwarnai berbagai pertanyaan dari guru dan peserta mengenai implementasi PMA di madrasah, penggunaan istilah yang lebih halus untuk pendidikan seks, serta peran media sosial dalam membentuk perilaku siswa.
Semua narasumber sepakat bahwa pendidikan tentang kesadaran diri dan perlindungan seksual harus dimulai sejak dini dengan bahasa yang santun dan nilai-nilai keagamaan yang kuat.
Kegiatan ditutup dengan ajakan bersama untuk menjadikan satuan pendidikan, terutama pesantren, sebagai lingkungan yang aman, beretika, dan bebas dari kekerasan seksual.(A Turmuzi)
Tags
Berita Peristiwa
