Mataram.garudanews//Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram terus mengukuhkan kiprahnya dalam membangun pendidikan Islam humanis dan berkeadilan melalui kegiatan “Implementasi Nilai-Nilai Inklusi dalam Pembelajaran di Madrasah.”
Kegiatan ini digelar pada Jumat, 24 Oktober 2025, bertempat di Pondok Pesantren Al-Fatiyah, Lendang Are, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, dan dihadiri oleh para guru madrasah, mahasiswa, serta tokoh pendidikan dan masyarakat.
Acara ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Dr. Ir. H. Nanang Samodra, KA, M.Sc., Anggota DPR RI Komisi VIII, dan Harun Azhari, L.LM., seorang praktisi hukum dan pemerhati pendidikan inklusif.
Kegiatan dibuka secara resmi oleh Prof. Dr. Mohammad Iwan Pitriani, M.Pd., Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Mataram, yang juga memberikan sambutan pembuka. Turut hadir Dr. Erwin Padli, M.Hum.
Wakil Dekan III FTK UIN Mataram, serta Ustadz Ayunan, M.Pd., Koordinator Bidang Pendidikan Pondok Pesantren Al-Fatiyah, yang turut memberikan sambutan hangat mewakili tuan rumah.
Dalam sambutan pembukaannya, Prof. Dr. Mohammad Iwan Pitriani, M.Pd. menyampaikan bahwa pendidikan inklusif merupakan salah satu wujud konkret dari nilai-nilai Islam yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan keadilan sosial.
“Madrasah harus menjadi ruang belajar yang ramah bagi semua anak tanpa terkecuali. Nilai-nilai Islam mengajarkan kasih sayang dan penghormatan terhadap sesama, dan itu harus kita hidupkan dalam praktik pendidikan sehari-hari,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram berkomitmen untuk memperkuat kemitraan dengan madrasah dan pesantren di seluruh NTB, guna mendorong penerapan kurikulum dan metode pembelajaran yang berorientasi pada nilai-nilai inklusif.
Dalam sambutannya, Ustadz Ayunan, M.Pd., selaku Koordinator Bidang Pendidikan Pondok Pesantren Al-Fatiyah, menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasinya atas terselenggaranya kegiatan ini di pesantren mereka.
“Kami sangat menyambut baik kegiatan yang digagas UIN Mataram ini. Nilai-nilai inklusi sejalan dengan misi pesantren, yakni membangun pendidikan yang menghargai keberagaman, membuka kesempatan bagi semua santri untuk tumbuh sesuai potensi mereka,” ujarnya.
Beliau menegaskan bahwa pendidikan inklusif tidak hanya berbicara tentang penerimaan terhadap peserta didik berkebutuhan khusus, tetapi juga mencakup kesetaraan kesempatan belajar bagi seluruh santri tanpa diskriminasi latar belakang sosial, budaya, maupun ekonomi.
“Kami ingin menjadikan Al-Fatiyah sebagai pesantren yang benar-benar terbuka dan berkeadilan dalam pendidikan. Di sinilah Islam hadir sebagai rahmat bagi semesta,” tambahnya.
Sebagai narasumber pertama, Dr. Ir. H. Nanang Samodra, KA, M.Sc., Anggota Komisi VIII DPR RI, menjelaskan bahwa pendidikan inklusif merupakan bagian penting dari pembangunan manusia Indonesia yang berkeadilan.
“Komisi VIII DPR RI sangat mendukung upaya penguatan pendidikan inklusif di lembaga pendidikan keagamaan. Inklusi bukan sekadar jargon, tetapi harus menjadi budaya yang hidup dalam proses belajar,” ungkapnya.
Beliau menyoroti pentingnya kolaborasi antara Kementerian Agama, DPR RI, dan lembaga pendidikan dalam merumuskan kebijakan serta memastikan implementasi pendidikan inklusif di semua lini.
“Kita perlu memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal karena perbedaan kondisi. Setiap anak memiliki hak yang sama untuk belajar, berkembang, dan berkontribusi bagi bangsa,” tegasnya.
Narasumber kedua, Harun Azhari, L.LM., memaparkan aspek hukum dan kebijakan perlindungan hak pendidikan bagi seluruh warga negara.
Menurutnya, prinsip inklusif telah menjadi bagian dari mandat konstitusi dan berbagai regulasi pendidikan nasional.
“Inklusi adalah hak, bukan belas kasihan. Undang-undang telah mengatur bahwa setiap individu berhak mendapatkan akses pendidikan yang setara tanpa diskriminasi. Tugas kita sebagai pendidik adalah mewujudkan hal itu di lapangan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya pelatihan bagi guru dalam menerapkan strategi pembelajaran adaptif, penyusunan kurikulum yang fleksibel, serta evaluasi yang menghargai perbedaan kemampuan peserta didik.
“Guru madrasah harus mampu melihat keberagaman sebagai potensi, bukan hambatan,” tambahnya.
Kegiatan ini berlangsung interaktif. Para guru dan tenaga pendidik dari berbagai madrasah di Lombok Tengah aktif mengajukan pertanyaan dan berbagi pengalaman tentang praktik pendidikan inklusif di sekolah masing-masing.
Dr. Erwin Padli, M.Hum., Wakil Dekan III FTK UIN Mataram, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari pengabdian dan sinergi antara kampus dan masyarakat pendidikan.
“Kegiatan ini bukan sekadar sosialisasi, tetapi bagian dari gerakan pendidikan profetik.
Kita ingin madrasah menjadi ruang pembentukan karakter yang berlandaskan nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi,” jelasnya.
Para peserta mengaku mendapatkan banyak wawasan baru dan inspirasi dalam mengembangkan model pembelajaran yang lebih adaptif terhadap kebutuhan peserta didik yang beragam.
Kegiatan ditutup dengan doa bersama dan sesi foto seluruh peserta bersama narasumber dan jajaran pimpinan fakultas.
Dalam penutupan, Prof. Dr. Mohammad Iwan Pitriani, M.Pd. kembali menegaskan pentingnya menjadikan nilai inklusif sebagai bagian integral dari sistem pendidikan Islam.
“Pendidikan inklusif adalah wujud nyata dari Islam yang menjunjung tinggi kemanusiaan. UIN Mataram berkomitmen terus hadir untuk mendampingi madrasah dan pesantren dalam mewujudkan ruang belajar yang terbuka bagi semua,” ujarnya.
Dengan semangat kolaborasi dan keilmuan, kegiatan ini menjadi langkah nyata menuju madrasah dan pesantren yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berorientasi pada kemanusiaan.
UIN Mataram berharap kegiatan ini menjadi inspirasi bagi lembaga pendidikan lain untuk terus mengembangkan praktik pembelajaran yang menghargai perbedaan sebagai rahmat.(A Turmuzi)
Tags
Berita Peristiwa

