Sukamulia, LombokTimur.GarudaNews//
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Mataram bersama Komisi VIII DPR RI menggelar kegiatan Peningkatan Mutu Pendidikan dengan tema ”Penguatan Karakter Nasionalisme Santri” di Pondok Pesantren Ashabul Yamin NW Sukamulia.
Kegiatan diikuti ratusan peserta dari kalangan guru madrasah dan Muslimat Nahdlatul Wathan dengan semangat memperkuat karakter dan nasionalisme di lingkungan pesantren. 14 Oktober 2025.
Acara dibuka dengan sambutan oleh Dekan FTK UIN Mataram yang dalam hal ini diwakili oleh Wakil Dekan 1 Prof. Dr. Iwan Fitriani, M.Pd. dan dilanjutkan pemaparan dari tiga narasumber, yaitu Apt. Hj. Lale Syifaun Nufus, M.Farm. (Anggota DPR RI Komisi VIII NTB), Dr. Lenny Herlina, QH., S.Ag., M.Pd.I, dan Apipuddin, L.L.M.
Dalam pemaparannya, Hj. Lale Syifaun Nufus menegaskan pentingnya penanaman nilai nasionalisme sejak dini melalui pendidikan, baik di rumah maupun di pesantren. “Kita harus membentuk santri yang berilmu agama, berjiwa Pancasila, dan siap menjaga keutuhan NKRI,” ujarnya.
Beliau juga membuka sesi serap aspirasi masyarakat yang diwarnai berbagai pertanyaan seputar kebijakan pendidikan, kesejahteraan guru, sistem PPG, dan kesenjangan kurikulum di madrasah. Hj. Lale Syifaun Nufus menegaskan bahwa Komisi VIII DPR RI berkomitmen menyuarakan aspirasi masyarakat agar kebijakan pendidikan lebih berpihak kepada madrasah dan guru swasta.
Sementara itu, Dr. Lenny Herlina menekankan bahwa karakter berbeda dengan sifat bawaan —karakter dibentuk melalui pendidikan dan lingkungan. “Pesantren adalah tempat utama membentuk karakter bangsa. Santri harus dididik menjadi pribadi yang berakhlak, berilmu, dan cinta tanah air,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya lingkungan pendidikan yang positif. Anak-anak yang terbiasa dengan kata-kata kasar, ujarnya, tumbuh dari lingkungan yang membiasakan hal itu.
“Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, belajar di waktu besar bagaikan mengukir di atas air. Karena itu, tidak ada pesantren lansia,” tambahnya dengan humor edukatif.
Narasumber ketiga, Apipuddin, L.L.M., menyoroti peran santri dalam menjaga keberagaman Indonesia. Ia menegaskan bahwa bangsa ini berdiri atas banyak suku dan agama, sehingga nilai keadilan, toleransi, dan empati harus ditanamkan sejak dini.
“Sebelum karakter terbentuk, nilai-nilai seperti keadilan, empati, dan tanggung jawab harus diajarkan di sekolah. Santri harus mengenal empat pilar kebangsaan: Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Wawasan Kebangsaan,” paparnya.
Sesi tanya jawab berlangsung dinamis. Para guru mengangkat isu kolaborasi antara sekolah dan orang tua dalam pembentukan karakter siswa, serta perlunya perlindungan hukum yang seimbang antara hak anak dan wewenang guru dalam mendidik.
Diskusi juga menyinggung tantangan di era digital, seperti pengaruh media sosial dan penggunaan gawai pada anak-anak.
Kegiatan ditutup dengan ajakan bersama untuk menjadikan pesantren sebagai pusat penguatan karakter nasionalisme serta membangun sinergi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Semangat nasionalisme santri diharapkan menjadi benteng moral bangsa dalam menghadapi tantangan zaman dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.(A Turmuzi).