Alamp Aksi Demo di Depan Kantor Kejagung RI, Minta Kejari Aceh Singkil Dicopot

Mahasiswa yang tergabung dalam Alamp Aksi berdemo di depan Kantor Kejagung RI. ( Foto dok. Ramli Manik )


GARUDANEWS.net // JAKARTA || Alamp Aksi berdemo menyampaikan aspirasinya   di depan kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia, pada Kamis (20/06/24),di Jl. Panglima Polim No.1 11, RT.11/RW.7, Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, terkait kasus dugaan korupsi yang masih belum terungkap jelas siapa tersangkanya, dimana selama ini telah ditangani oleh Kejaksaan Negeri Aceh Singkil.

 Saat ini Kabupaten Aceh Singkil telah berusia seperempat abad (25 Tahun). Akan tetapi, daerah yang berada paling ujung barat Aceh itu masih menjadi wilayah termiskin di Provinsi Aceh. Namun, predikat tersebut seakan tidak mengurungkan niat para “bandit berdasi” untuk memperkaya diri dengan cara melakukan berbagai dugaan praktik korupsi.

Tentunya peranan aparat penegak hukum sangat dibutuhkan agar berbagai dugaan praktik korupsi tidak terjadi di Kabupaten Aceh Singkil. Beberapa dugaan korupsi kiranya perlu menjadi perhatian dan campur tangan serta tindak lanjut dari pihak Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Hal ini dipandang perlu agar kemiskinan di Aceh Singkil tidak terus berlanjut serta adanya pembangunan yang merata di Aceh Singkil.

Ada pun beberapa dugaan kasus korupsi yang di maksud yaitu:

1. Adanya dugaan Mark Up pada kegiatan kerjasama Pemkab Aceh Singkil dengan UGM, dalam penyusunan neraca Sumber Daya Alam (SDA) Lingkungan Mineral, Batu Bara dan Air Spasial yang menelan anggaran senilai 3,25 Milyar bersumber dari APBK Aceh Singkil tahun 2018.

2. Diduga program PSR pada lahan ratusan hektare yang semestinya diterima masyarakat, dimana lokasinya tumpang tindih dengan program plasma yang dilaksanakan oleh perusahaan. Sehingga pelaksanaan PSR tersebut diduga terindikasi fiktif namun diduga anggarannya telah dicairkan, padahal areanya berada di lokasi pelaksanaan plasma salah satu perusahaan perkebunan sawit terbesar di Aceh Singkil. Apabila pelaksanaan PSR tesebut memang fiktif, maka negara akan menanggung kerugian milyaran rupiah.

1. Mendesak Kejaksaan Agung Republik agar segera mengusut tuntas berbagai permasalahan tersebut di atas.

2. Mendesak Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia agar segera mencopot Sdr. Munandar, SH., MH dari jabatannya selaku Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Singkil karena diduga tidak mampu memimpin Kejaksaan Negeri Aceh Singkil serta diduga kuat tidak mampu untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang kami sebutkan di atas.

Selain itu lanjut Alamp Aksi sudah kita ketahui bersama dan kita sudah melihat di berbagai media massa, kasus dugaan kerja sama ini dan banyak aktivis dan mahasiswa juga sempat ada yang turun aksi di Kejari Aceh Singkil yang di kepalai oleh Munandar,SH.,MH, namun kita lihat penetapan tersangka tampak tak kunjung timbul, dimana alibinya menggunakan audit APIP Inspektorat Provinsi Aceh. Hal ini sudah kelebihan batas waktu bagi kami selaku mahasiswa dan masyarakat Aceh Singkil yang menunggu kejelasan atas apa yang sudah di lakukan oleh Pemkab dan pihak UGM tersebut,

“ Dalam tahun 2024 ini tidak dapat di pastikan tersangka dalam penanganan kasus yang sudah hampir dua tahun ini, kenapa belum terkuak hasil kerja Kejari Kabupaten Aceh Singkil tersebut, demikian juga Kejagung RI, harus me- miscall kejaksaan yang ada di kabupaten itu,"katanya.

Masih kata Mahmud, untuk menghindari kenakalan dalam penanganan dugaan kasus kerjasama Pemkab dan pihak UGM ini agar terungkap, maka Kejagung RI harus mengambil peran dan menjewer kejari agar pihaknya dapat bekerja semaksimal dan sejujurnya.

“Alamp Aksi juga meminta kepada Kejagung agar dalam waktu dekat ini dapat menegur dan meminta hasil yang di kerjakan Kejari Aceh Singkil selama ini, kalau kedepannya tidak ada juga hasilnya, Alamp Aksi akan meminta kepada Kejagung RI untuk mencopot Kepala Kejari Aceh Singkil yang dinilai  lambat bekerja dan diduga terindikasi ada permainan dalam kasus ini” ujar Mahmud Padang, Ketua Alamp Aksi Provinsi Aceh, dalam orasinya.

 “Di Aceh Singkil, justru disinyalir program PSR pada lahan ratusan hektar yang semestinya diterima masyarakat, tumpang tindih lokasinya dengan program plasma yang dilaksanakan oleh perusahaan," jelas Mahmud Padang.

Sehingga pelaksanaan PSR tersebut diduga terindikasi fiktif, namun diduga  anggarannya telah dicairkan, padahal areanya berada di lokasi pelaksanaan plasma salah satu perusahaan perkebunan sawit terbesar di Aceh Singkil,


Tentunya, kata Mahmud, ketika lahan yang semestinya menjadi tanggungan perusahaan dijadikan lokasi program PSR, maka mulai penentuan lokasi penerima manfaat hingga pelaporan program PSR tersebut patut diragukan.

“Bayangkan saja jika anggaran program PSR 1 hektar sebesar Rp 25 juta, jika ada 300 hektar saja maka jumlahnya mencapai Rp 7,5 Milyar, sementara lokasinya ada pada lokasi program plasma.

Sehingga semakin menguatkan dugaan bahwa pelaksanaan program PSR tersebut tidak dilakukan karena sudah ada program plasma, sementara uangnya dicairkan,” ungkapnya.

Mahmud menjelaskan, PSR merupakan program untuk membantu perkebunan rakyat untuk memperbaharui perkebunan kelapa sawit mereka, dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas, serta mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal (Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan),tutupnya.

( Ramli Manik )

Baca Juga
Lebih baru Lebih lama